(foto diambil dari merdeka.com)
Oleh: Saiful Islam al-Ghozi
Suro, bulan pertama dalam penanggalan Jawa/ Muharram dalam penanggalan Hijriah adalah bulan yang mulia dan unik. Mulia karena banyak hadis yang menjelaskan tentang kemuliannya. Apalagi di dalamnya ada hari Asyura, hari kesepuluh bulan Muharram yang merupakan hari istimewa. Unik karena banyaknya kegiatan aneh-aneh di dalamnya.
Keistimewaan Asyura -selain karena keterangan hadis- juga tidak lepas dari banyaknya peristiwa penting yang terekam dalam sejarah.
Diantaranya adalah diterimanya tobat Nabi Adam AS, Nabi Idris ASdiangkat ke langit, Nabi Nuh AS turun dari perahu setelah mengarungi lautan luas akibat banjir bandang berbulan-bulan, Nabi Ibrahim AS keluar dari gunungan api yang telah sekian lama membakarnya, dan Nabi Yusuf AS keluar dari penjara. Juga Nabi Ya’qub AS yang sembuh dari kebutaan, Nabi Ayyub AS sembuh dari penyakit kusta yang telah tujuh tahun dideritanya, Nabi Yunus AS keluar dari perut ikan raksasa, Nabi Musa AS membelah lautan yang akhirnya menenggelamkan Firaun dan bala tentaranya, dan jaminan terampuninya dosa Nabi Muhammad AS baik yang sudah maupun yang belum dilakukan juga terjadi di bulan Muharram/ Suro. Dan masih banyak peristiwa-peristiwa penting lainnya yang terjadi di bulan tersebut
Namun Suro/ Muharram berbeda dengan Ramadlan. Meski Ramadlan bulan paling mulia, tradisi di masyarakat tetap murni Islami. Tidak seperti Suro yang banyak tradisi bernilai campur-campur, ya agama, ya animisme, ya beraroma kesyirikan. Ritual kegiatan yang biasa dilakukan masyarakat adalah mulai puasa, menjamas pusaka, ruwatan, membuat jimat, mengusap kepala anak yatim, membuat bubur atau makanan Suro, sesajen untuk para danyang, Grebeg Suro, tapa bisu, tidak melaksanakan pesta pernikahan, dan masih banyak lagi. Lantas apa sajakah yang merupakan ajaran atau tuntunan agama Islam?
1. Puasa
Berpuasa pada bulan Muharram/ Suro sangatlah dianjurkan. Banyak hadis sahih menjelaskan. Diantaranya:
Shalat yang paling utama setelah shalat fardlu adalah shalat malam.” (HR. Muslim No. 2.812) Melihat keumuman hadis ini, bahwa puasa di bulan Suro atau Muharram tidak khusus di hari kesembilan dan sepuluh saja. Akan tetapi dimanapun hari asal masih dalam lingkup bulan Muharram tetap mendapatkan keutamaan dan sangat besar pahalanya. Tidak ada perbedaan dari para ulama tentang kesunahan puasa Asyura (hari kesepuluh Muharram). Dalam Shahih al-Bukhari diriwayatkan hadis:
Diriwayatkan dari Ibni Abbas , beliau berkata, “Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau mendapati kaum Yahudi berpuasa pada tanggal sepuluh Muharram (Asyura). Lalu mereka ditanya mengenai hal tersebut. Kemudian mereka menjawab, “Hari ini adalah hari dimana Allah memberi kemenangan kepada Musa dan Bani Israil atas Firaun. Dan kami berpuasa pada hari tersebut sebagai bentuk pengagungan kepadanya.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Kami lebih berhak dengan Musa daripada kalian.” Lalu Rasulullah memerintahkan untuk berpuasa pada hari tersebut.” (HR. Bukhari No. 3.943) Sementara puasa Tasu’a (hari kesembilan Muharram) adalah berdasarkan hadis sahih yang lain. Yang menjelaskan bahwa Rasulullah hendak menjalankan puasa pada hari itu dengan tujuan supaya tidak menyerupai Yahudi. Meskipun sampai wafat Rasulullah belum sempat mengamalkannya. Hadis tersebut ialah
Rasulullah SAW bersabda, “Tahun depan in sya Allah kita berpuasa pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas berkata, “Belum tiba tahun berikutnya, Rasulullah SAW wafat.” (HR. Muslim No. 2.722)
2. Mengusap Kepala Anak Yatim
Muharram/ Suro kerap disebut sebagai hari rayanya anak yatim. Sebab di bulan ini ada anjuran dari Rasulullah SAW agar kaum muslimin mengusap kepala anak yatim. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis riwayat Imam Ahmad bin Hanbal
Diriwayatkan dari Abi Hurairah , seorang laki-laki mengadukam kepada Rasulillah SAW tentang kekerasan hatinya. Maka Rasulullah bersabda, “Jika kau ingin melembutkan hatimu, berikan makan kepada orang miskin dan usaplah kepala anak yatim. (HR. Ahmad) Hadis tersebut secara umum menjelaskan bahwa menyantuni dan mengasihi fuqara’ masakin dan anak yatim tidak hanya khusus di bulan Muharram saja tetapi dimanapun waktu pada tiap-tiap tahun. Para ulama berbeda pendapat di dalam memaknai arti mengusap kepala anak yatim. Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitabnya, al-Fatawa al-Haditsiyyah, menerangkan bahwa yang dimaksud mengusap adalah mengusap secara hakiki. Sedangkan menurut Imam ath-Thaiyyi dalam kitab Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih yang dimaksud kata ‘mengusap’ pada hadis tersebut adalah arti kinayah, yaitu memberikan kasih sayang serta berbuat penuh kelembutan dan cinta. Lalu kenapa tanggal sepuluh Muharram? Tentu karena bulan Muharram –apalagi Asyura- adalah waktu yang mulia, sehingga amal kebaikan yang dilakukan di dalamnya juga bernilai lebih utama.
3. Membaca Wirid dan Doa
Bacaan wirid yang dibaca diantaranya adalah seperti yang disampaikan Syaikh Abdul Hamid Kudus, seorang mufti mazhab Syafii di Masjidil Haram asal Indonesia, adalah membaca Ayat Kursi sebanyak 360 kali. Kemudian membaca doa di bawah ini