(foto diambil dari tribunnews.com)
Oleh Ahmad Zaenal Mubarok
“Bekerja, belajar, ibadah di rumah”, pesan Presiden Jokowi pada Senin, 16 Maret 2020 di Istana Bogor. Pesan itu disampaikan Presiden Jokowi dalam rangka mencegah atau memutus mata rantai virus Covid-19. Mau tidak mau, masyarakat akhirnya menyesuaikan sebuah pola rutinitas baru selama pandemi ini. Bekerja di rumah, belajar di rumah, bahkan ibadah pun sangat dianjurkan di rumah. Ketika masuk bulan Ramadan, anjuran pemerintah ini seakan menjadi palu godam bagi sebagian kepala rumah tangga (suami) yang mungkin masih awam agama.
Jika masih awam kulitas ekonomi, mungkin masih bisa berharap pada Kartu Pra Kerja atau pelatihan online lainnya untuk memperbaiki daya saing diri. Atau mungkin akan terselematkan kehidupan ekonominya dengan Bantuan Langsung Tunai jika nasib mujur, dan terdaftar sebagai penerima. Lha kalau masih awam dalam agama? ini yang perlu direnungkan. Biasanya saat jamaah sholat di Musholla atau Masjid komplek tempat tinggal selalu menjadi penumpang (makmum), tiba-tiba sekarang harus selalu menjadi sopir (imam) dengan bekal hafalan surat pendek yang paling lanyah 3 Qul (Qulhu, Qul-Falaq, dan Qul-Nas). Apalagi ini bulan Ramadan, sayang sekali jika tidak melaksanakan sholat taraweh.
Maka muncul beberapa meme dan video viral di media sosial, bagaimana seorang istri dan anak-anak protes kepada imam sholat taraweh nya. lantaran bacaan yang dibaca setelah Surat Fatihah selalu Qulhu (surat Al Ikhlas). Lantas bagaimana sholat nya, apakah sah? Dalam banyak literatur kitab Fiqih, bacaan ayat Al-Qur’an yang menjadi rukun sholat hanya Surat Al-Fatihah. Sedangkan bacaan ayat Al-Qur’an setelah membaca surat Fatihah adalah sunnah.
Dalam pandangan Madzhab Syafi’i, membaca Surat al-Fatihah merupakan salah satu rukun shalat yang harus dibaca oleh setiap orang yang menjalankannya dalam tiap rokaat shalat. Kecuali bagi makmum masbuq (makmum yang tertinggal rokaat pertamanya dari imam), maka ia hanya mambaca sedapatnya saja (tidak harus utuh surat Fatihah-nya). Dan inilah yang dimaksudkan dengan ungkapan “Fatihah ditanggung imam”. Dalam kitab Kasyifah as-Saja Syarah Safinah an-Naja karya Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani, dijelaskan:
وَتَجِبُ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ سَوَاءٌ الصَّلاَةُ السِّرِّيَّةُ وَالْجَهْرِيَّةُ وَسَوَاءٌ اْلإِمَامُ وَالْمَأْمُوْمُ وَالْمُنْفَرِدُ لِخَبَرِ الصَّحِيْحَيْنِ: لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“(Membaca al-Fatihah) wajib di setiap rakaat, baik shalat dengan bacaan pelan (Dzuhur dan Ashar), ataupun keras (Maghrib, Isya’, Subuh dan Jum’at), sebagai imam, makmum ataupun sendirian, sesuai dengan hadis riwayat Bukhari Muslim: “Tidak sah shalat orang yang tidak membaca al-Fatihah.”
Sehingga jika dalam sholat, baik wajib maupun sunnah selama bacaan Al Fatihah imam sudah sesuai dengan kaidah ilmu tajwid, maka sholatnya sah dan sholatnya tersebut mendapat kesunnahan membaca ayat setelah Fatihah. Walaupun setelah Al Fatihah hanya membaca Qulhu (Al Ikhlas).
Karena kesunnahan itulah, dalam tradisi masyarakat kita ketika jamaah sholat Taraweh yang 20 rokaat ada ragam bacaan ayat yang dibaca imam. Setelah membaca surat Fatihah. Tidak ada syariat khusus tentang bacaan yang dibaca setelah Fatihah. Di kampung-kampung umum nya membaca surat Al-Takatsur sampai Surat Al-Lahab di rokaat pertama, dan Surat Al-Ikhlas (Qulhu) di setiap rakaat kedua.
Ada juga tipologi masyarakat yang bersepakat masjid atau musala nya mengkhatamkan Al-Quran dalam sholat tarawih nya dengan cara per malam membaca satu Juz. Perlu diketahui, Mushaf Al-Quran standar atau lebih dikenal Al-Quran Pojok, satu juz terdiri 20 halaman. Sehingga dalam sholat Tarawih yang tipologi seperti ini, imam akan membaca satu halaman al-Quran di setiap rakaatnya. selama 30 hari khatam. Untuk mendukung program ini, biasanya takmir masjid atau musholla akan “mengimpor” imam yang Hafidzul Qur’an. Kalau di komplek perkotaan atau pinggiran ibu kota, hal seperti ini biasa terjadi.
Di masa pandemi seperti sekarang ini, jika sebuah keluarga mempunyai imam tarawih yang Hafidzul Quran dan bersepakat untuk mengkhatamkan Al-Quran dalam tarawih, duh alangkah indah dan beruntungnya keluarga ini.
Namun jika mendapati sopir tarawehnya hanya hafal Qulhu saja, tidak usah gabut atau merasa tidak percaya diri. Tetap mendapat pahala sholat tarawih nya. Yang penting semua atas dasar iman dan ikhlas dalam melaksanakan nya, maka dosa-dosa kita semoga diampuni oleh Allah SWT, sebagaimana hadits Nabi riwayat Bukhori Muslim ini:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa ibadah (tarawih) di bulan Ramadhan seraya beriman dan ikhlas, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lampau” (HR al-Bukhari, Muslim).
Jadi, mau sholat taraweh qulhu vs 1 juz setiap malam, insyaallah sama nikmatnya. Asal landasan niatnya benar-benar mencari ridhanya Allah. Siapa tahu, dengan momentum ibadah dirumah saja justru para imam dirumah (suami) melancarkan kembali hafalan ayat-ayat pendek yang pernah dihafal tapi jarang dipakai. atau menghafal ayat-ayat pendek sebagi modal imam tarawih tahun depan maupun saat sholat fardu jamaah dirumah. Semoga kita semua mendapatkan kenikmatan lahir batin selama menjalankan ibadah puasa ini.
Penulis adalah Katib Syuriah MWC NU Kecamatan Salaman dan Pengajar Pondok Pesantren & SMP Tahfidz Al-Hidayat Kedunglumpang Salaman Magelang