Oleh Abdul Aziz Idris
Berlalunya bulan mulia Ramadhon dengan segala pernik perniknya tahun ini tanpa acara bukber, ngebeburit bahkan sebagian sholat teraweh di rumah memberi nilai kenangan tersendiri. Kebiasaan, adat dan hal yang bersifat sosial bisa berubah dan sepantasnya manusia bisa menyesuaikan hal ini untuk tidak kemudian kaget dan bahkan menolak perubahan keadaan ini tanpa kemudian merasa tertekan secara kejiwaan. Anjuran, himbauan untuk di rumah saja harus diambil pelajaran untuk kembali bercengkrama dengan keluarga terdekat orang tuan, istri dan anak.
Sholat di rumah juga sebenarnya wujud kecintaan Alloh SWT untuk kita , yang sering bergurau mengatakan : " Bolehkan aku menjadi imammu, saat ngegobal kepada seorang yang akan dinikahi, ada banyak hikmah di balik semua dan yang terpenting syarat, dan rukun puasa tidak terkait dengan keadaan kita saat ini. Bahkan bisa jadi keadaan ini memberi peluang kepada kita untuk lebih untuk memperbanyak ibadah dan dekat dengan keluarga. Islam bukan ajaran yang kaku tetapi ajaran yang dinamis dan selalu bisa mengikuti dinamika masyarakat di setiap masa dan dimanapun berada, ketika kemudian masjid di batasi dan mungkin di tutup untuk sementara waktu, Nabi sudah memberi gambaran yang luas dengan sabdanya, :
وجُعِلَتْ لِيَ الأرض مسجد وطهورا ( رواه البخاري )
" Dan dijadikan untukku bumi sebagai masjid dan suci ". ( HR. Bukhori )
Hadist ini berbicara tentang nilai kekhususan umat Nabi Muhammad SAW, dimana bahwa umat umat sebelum Nabi SAW dalam persoalan ibadah mahdhoh, sholat hanya dilakukan di tempat ibadah yang sudah ditentukan, tidak bisa kemudian melakukan ibadah di sembarang tempat, ini berbeda dengan umat Nabi SAW yang diberi kekhususan bolehnya sholat dimanapun semua lapisan permukaan bumi ini selama memenuhi syarat suci. Sungguh nilai kekhususan yang mengandung pula nilai kemudahan bagi umat ini.
Begitu juga ketika kemudian keadaan tidak memungkinkan kita berkerumun dengan orang banyak, memberi hikmah pelajaran, bahwa semisal ketika kita menunggu waktu maghrib dengan ngebeburit nilai apakah yang didapat sehingga nilai puasa menjadi lebih sempurna? , Bukankah ketika ngebeburit justru terkesan hanya kebiasaan menghabiskan waktu dengan hanya menunggu waktu maghrib dengan hal hal yang kadang kurang bernilai positif , cenderung main main dan buang buang waktu, keadaan stay at home membuka kembali nilai penting berkumpul dengan keluarga terutama menjelang maghrib, karena Nabi SAW pun mengajarkan doa doa tertentu dengan beberapa riwayat ketika berbuka, dan doa ketika berbuka, adalah doa yang tidak akan tertolak. Sebagaimana hadist, :
ان للصائم عند فطره دعوة ماترد ( رواه البيهقي )
" Sesunggunya bagi orang yang berpuasa ketika berbuka ada doa yang tidak akan tertolak. "
Sungguh banyak nilai luar biasa di saat Romadhon ini, setidaknya meneguhkan kembali bagi umat manusia terutama masyarakat Muslim untuk optimis dan mengedepankan sikap husnudhon kepada Alloh SWT, ada satu atsar dari sahabat Abdulloh bin Mas'ud yang menarik dan perlu dijadikan sikap bagi kita saat saat seperti ini :
والذي لا اله الا غيره لا يحسن عبد بالله الظن إلا أعطاه ظنه وذلك لان الخير في يده ( رواه الطبراني )
" Demi dzat yang tidak ada tuhan selain Dia, Tidaklah seorang hamba bersangka baik kepada Alloh, kecuali Alloh akan memberi persangkaan tersebut. Hal itu karena semua kebaikan ada dalam kekuasaan Alloh ". Ketika Romadhon hampir pasti semua umat Islam berdoa dan hampir pasti ada yang berdoa untuk kebaikan umat Islam dan manusia secara keseluruhan. Dan dengan konsep husnudhon ini meneguhkan Alloh akan segera mengangkat segala hal yang memberatkan dan menjadi persoalan hidup dan kehidupan manusia.
Semoga Alloh mendengar doa doa yang melambung tinggi dengan segala pengharapan ini.
Pangkat, 30 Ramdhan 1441 H
22 Mei 2020
Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Al Anwar Sarang, Rembang dan Wakil Katib Syuriah PCNU Kabupaten Magelang